MAKALAH MIKROBIOLOGI PERTANIAN
DEKOMPOSER PUPUK
ORGANIK
OLEH :
NAMA : STEVY REZKI ARMIN
NIM :
JURUSAN : KEHUTANAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU PERTANIAN
JURUSAN
KEHUTANAN
R A H
A
2012
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat
Tuhan Yang Maha Kuasa karena, atas berkat dan kehendak-Nyalah Makalah ini dapat
selesai tepat pada waktunya.
Penulisan Makalah ini bertujuan untuk
memaparkan pengertian decomposer pupuk organic, membuat Dekomposer Pupuk
Organik Dari Bahan Lokal dan cara pembuatannya.
Dalam makalah ini penulis menemukan banyak
kesulitan, terutama keterbatasan mengenai penguasaan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK). Tetapi berkat bimbingan yang diberikan oleh berbagai pihak
akhirnya penulis pun dapat menyelesaikan makalah ini.
Sebagai Mahasiswi, penulis menyadari bahwa pengetahuan yang
dimiliki masih terbatas sehingga dalam makalah ini masih ditemukan banyak kekurangan. Maka, kritik dan saran dirasakan sangat
dibutuhkan untuk kemajuan penulis di masa yang akan datang.
Penulis berharap, agar dengan adanya makalah
ini tidak hanya meningkatkan kreatifitas mahasiswa di perkuliahan melainkan juga dapat
membantu memperbaiki keadaan ekonomi penduduk sekitar.
Raha, 07 Januari
2012
PENULIS
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dekomposer
Pupuk Organik
B. MOL Mikro
Organisme Lokal
C. Sejarah Perkembangan
Fermentasi
D. Membuat Dekomposer Pupuk
Organik Dari Bahan Lokal
E. Cara Pembuatan MOL Bonggol Pisang
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Melihat keadaan lingkungan kita yang setiap
hari dipermasalahkan oleh sampah yang semakin menggunung seolah sampah ini
menjadi masalah atau momok utama yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat.
Sehingga masyarakat di beberapa Negara bahkan
di seluruh dunia berlomba-lomba menyelesaikan hal tersebut.
Jika kita berbicara tentang permasalahan sampah ini, sebenarnya sampah ini
banyak sekali manfaatnya antara lain dapat membuat dekomposer pupuk organik. Walaupun ada yang merugikan antara lain menyebabkan kerugian
yang berdampak berbahaya sekali bagi kehidupan makhluk hidup di dunia.
Sebenarnya banyak sekali cara untuk menangani
masalah sampah ini contohnya dengan cara daur ulang yang bisa menghasilkan
KOMPOS alami (DEKOMPOSER) yang bisa dimanfaatkan oleh para petani dan
masyarakat, dengan cara itu pula para petani bisa meminimaliskan penggunaan
pupuk anorganik. Karena dengan pupuk anorganik itu bisa membuat kerusakan lingkungan
antara lain pencemaran di dalam air dan tanah.
B.
Tujuan Penelitian
Tujuan
dari penelitian dan penulisan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui sampai mana pengetahuan mahasiswa
tentang Pengertian Dekomposer Pupuk
Organik.
2.
Mengetahui MOL Mikro Organisme Lokal.
3.
Mengetahui Sejarah Perkembangan Fermentasi.
4.
Mengetahui cara Membuat Dekomposer Pupuk Organik Dari Bahan Lokal.
5.
Mengetahui cara Pembuatan MOL Bonggol Pisang
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dekomposer Pupuk Organik
Di dalam tanah hidup
berbagai jasad renik (mikroorganisme) yang melakukan berbagai kegiatan bagi
kehidupan mahkluk hidup lainnya atau dengan perkataan lain menjadikan tanah
memungkinkan bagi kelanjutan makhluk –makhluk alami. Populasi mikrobiologi yang
mendiami tanah, bersama dengan berbagai bentuk binatang dan berbagai jenis
tanaman tingkat lebih tinggi membentuk suatu system kehidupan yang tidak
terpisahkan dari bahan mineral dan sisa –sisa bahan organic yang ada dalam
tanah.
Komposisi kuantitatif
populasi dalam tanah dan kualitatif alam lingkungannya dapat dikatankan adalah
sangat tergantung pada sumber dan kondisi alami dari tanah itu dan komposisi
relative dari unsure-unsure organic dan anorganik.
Decomposer adalah
makhluk hidup yang berfungsi untuk menguraikan makhluk hidup yang telah mati,
sehingga materi yang diuraikan dapat diserap oleh tumbuhan yang hidup disekitar
daerah tersebut. Beberapa jenis cacing tanah antara lain: Pheretima, Periony
dan Lumbricus. Ketiga jenis cacing tanah ini menyukai bahan organik yang
berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan. Cacing memiliki banyak
kegunaan antara lain: membantu menghancurkan bahan organic yang dapat
mempengaruhi kesuburan suatu tanah, Bahan Pakan Ternak, Bahan Baku Obat dan
bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit, Bahan Baku Kosmetik dan bahan baku
makanan untuk beberapa jenis cacing yang dapat dikonsumsi dan bermanfaat bagi
manusia. Biodekomposer untuk pengomposan
Populasi mikroba tanah
yang terdiri atas alga biru-hijau, fitoplankton, bakteri, cendawan, dan
aktinomiset pada permukaan dan lapisan olah tanah mencapai puluhan juta setiap
gram tanah, yang merupakan bagian integral dan pembentuk kesuburan tanah
pertanian. Proses daur ulangsecara alamiah di permukaan dan lapisan olah tanah
yang sangat penting bagi kegiatan pertanian tidak terjadi tanpa aktivitas
mikroba. Manfaat mikroba dalam usaha pertanian belum disadari sepenuhnya,
bahkan sering diposisikan sebagai komponen habitat yang merugikan, karena
pandangan umum terhadap mikroba lebih terfokus secara selektif pada mikroba
patogen yang menimbulkan penyakit pada tanaman.
Padahal sebagian besar
spesies mikroba merupakan mikroflora yang bermanfaat, kecuali beberapa jenis
spesifik yang dapat menyebabkan penyakit bagi tanaman. Pada lahan sawah yang
tergenang air terdapat lebih dari 20 jenis bakteri fiksasi N dari udara yang
hidup secara bebas (Watanabe 1978). Mikroba lain berfungsi sebagai perombak
bahan organik (dekomposer), nitrifikasi, denitrifikasi, pelarut fosfat, dan
lain-lain.
Mikroba perombak bahan
organik
Mikroorganisme perombak
bahan organik merupakan aktivator biologis yang tumbuh alami atau sengaja
diinokulasikan untuk mempercepat pengomposan dan meningkatkan mutu kompos.
Jumlah dan jenis mikroorganime turut menentukan keberhasilan proses dekomposisi
atau pengomposan. Di dalam ekosistem, mikroorganisme perombak bahan organik
memegang peranan penting karena sisa organik yang telah mati diurai menjadi
unsur-unsur yang dikembalikan ke dalam tanah dalam bentuk hara mineral N, P, K,
Ca, Mg, dan atau dalam bentuk gas yang dilepas ke atmosfer berupa CH atau CO
Dengan demikian terjadi siklus hara yang berjalan secara alamiah, dan proses
kehidupan di muka bumi dapat berlangsung secara berkelanjutan. Mikroba perombak
bahan organik dalam waktu 10 tahun terakhir mulai
banyak digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa tanaman yang banyak mengandung lignin dan selulosa untuk meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah. Di samping itu, penggunaannya dapat meningkatkan biomas dan aktivitas mikroba tanah, mengurangi penyakit, larva insek, biji gulma, dan volume bahan buangan, sehingga dapat
meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah. Pengertian umum mikroorganisme perombak bahan organik atau biodekomposer adalah mikroorganisme pengurai serat, lignin, dan senyawa
organik yang mengandung nitrogen dan karbon dari bahan organik (sisa-sisa organik dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati). Mikroba perombak bahan organik terdiri atas Trichoderma reesei, T. harzianum, T. koningii, Phanerochaeta crysosporium, Cellulomonas, Pseudomonas, Thermospora, Aspergillus niger, A. terreus, Penicillium, dan Streptomyces.
Fungi perombak bahan organik umumnya mempunyai kemampuan yang lebihbaik dibanding bakteri dalam mengurai sisa-sisa tanaman (hemiselulosa,selulosa dan lignin). Umumnya mikroba yang mampu mendegradasi selulosa juga mampu mendegradasi hemiselulosa (Alexander 1977). Menurut Eriksson et al. (1989), kelompok fungi menunjukkan aktivitas biodekomposisi paling
nyata, yang dapat segera menjadikan bahan organik tanah terurai menjadi senyawa organik sederhana, yang berfungsi sebagai penukar ion dasar yang menyimpan dan melepaskan hara di sekitar tanaman. Beberapa enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara -glukosidase, lignin peroksidase (LiP), manganese peroksidaseblain adalah (MnP), dan lakase, selain kelompok enzim reduktase yang merupakan penggabungan dari LiP dan MnP, yaitu enzim versatile peroksidase. Enzim-enzim ini dihasilkan oleh Pleurotus eryngii, P. ostreatus, dan Bjekandera adusta (Lankinen 2004). Selain mengurai bahan berkayu, sebagian besar
fungi menghasilkan zat yang besifat racun, sehingga dapat dipakai untuk menghambat pertumbuhan/perkembangan organisme pengganggu, seperti beberapa strain T. harzianum yang merupakan salah satu anggota Ascomycetes. Apabila kebutuhan karbon (C) tidak tercukupi, fungi tersebut akan menghasilkan racun yang dapat menggagalkan penetasan telur
nematoda Meloidogyn javanica (penyebab bengkak akar), sedangkan bila kebutuhan C tercukupi akan bersifat parasit pada telur atau larva nematoda tersebut. Fungi Zygomycetes (Mucorales) sebagian besar berperan sebagai pengurai amylum, protein, lemak, dan hanya sebagian kecil yang mampu mengurai selulosa dan khitin. Pemanfaatan mikroorganisme perombak bahan organik yang sesuai dengan substrat bahan organik dan kondisi tanah merupakan alternatif yang
efektif untuk mempercepat dekomposisi bahan organik dan sekaligus sebagai suplementasi pemupukan. Proses perombakan bahan organik yang terjadi secara alami akan membutuhkan waktu relatif lama (2 bulan) sangat menghambat penggunaan bahan organik sebagai sumber hara. Apalagi jika dihadapkan kepada tenggang waktu masa tanam yang singkat, sehingga
pembenaman bahan organik sering dianggap kurang praktis dan tidak efisien. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan inokulasi mikroba terpilih guna mempercepat proses perombakan bahan organik. Percepatan perombakan sisa hasil tanaman dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan ketersediaan hara tanah, sehingga masa penyiapan lahan dapat lebih singkat
dan mempercepat masa tanam berikutnya, yang berarti akan meningkatkan intensitas pertanaman. Inokulan perombak bahan organik telah tersedia secara komersial dengan berbagai nama, seperti EM-4, Starbio, M-Dec, Stardek, dan Orgadek.
banyak digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa tanaman yang banyak mengandung lignin dan selulosa untuk meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah. Di samping itu, penggunaannya dapat meningkatkan biomas dan aktivitas mikroba tanah, mengurangi penyakit, larva insek, biji gulma, dan volume bahan buangan, sehingga dapat
meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah. Pengertian umum mikroorganisme perombak bahan organik atau biodekomposer adalah mikroorganisme pengurai serat, lignin, dan senyawa
organik yang mengandung nitrogen dan karbon dari bahan organik (sisa-sisa organik dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati). Mikroba perombak bahan organik terdiri atas Trichoderma reesei, T. harzianum, T. koningii, Phanerochaeta crysosporium, Cellulomonas, Pseudomonas, Thermospora, Aspergillus niger, A. terreus, Penicillium, dan Streptomyces.
Fungi perombak bahan organik umumnya mempunyai kemampuan yang lebihbaik dibanding bakteri dalam mengurai sisa-sisa tanaman (hemiselulosa,selulosa dan lignin). Umumnya mikroba yang mampu mendegradasi selulosa juga mampu mendegradasi hemiselulosa (Alexander 1977). Menurut Eriksson et al. (1989), kelompok fungi menunjukkan aktivitas biodekomposisi paling
nyata, yang dapat segera menjadikan bahan organik tanah terurai menjadi senyawa organik sederhana, yang berfungsi sebagai penukar ion dasar yang menyimpan dan melepaskan hara di sekitar tanaman. Beberapa enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara -glukosidase, lignin peroksidase (LiP), manganese peroksidaseblain adalah (MnP), dan lakase, selain kelompok enzim reduktase yang merupakan penggabungan dari LiP dan MnP, yaitu enzim versatile peroksidase. Enzim-enzim ini dihasilkan oleh Pleurotus eryngii, P. ostreatus, dan Bjekandera adusta (Lankinen 2004). Selain mengurai bahan berkayu, sebagian besar
fungi menghasilkan zat yang besifat racun, sehingga dapat dipakai untuk menghambat pertumbuhan/perkembangan organisme pengganggu, seperti beberapa strain T. harzianum yang merupakan salah satu anggota Ascomycetes. Apabila kebutuhan karbon (C) tidak tercukupi, fungi tersebut akan menghasilkan racun yang dapat menggagalkan penetasan telur
nematoda Meloidogyn javanica (penyebab bengkak akar), sedangkan bila kebutuhan C tercukupi akan bersifat parasit pada telur atau larva nematoda tersebut. Fungi Zygomycetes (Mucorales) sebagian besar berperan sebagai pengurai amylum, protein, lemak, dan hanya sebagian kecil yang mampu mengurai selulosa dan khitin. Pemanfaatan mikroorganisme perombak bahan organik yang sesuai dengan substrat bahan organik dan kondisi tanah merupakan alternatif yang
efektif untuk mempercepat dekomposisi bahan organik dan sekaligus sebagai suplementasi pemupukan. Proses perombakan bahan organik yang terjadi secara alami akan membutuhkan waktu relatif lama (2 bulan) sangat menghambat penggunaan bahan organik sebagai sumber hara. Apalagi jika dihadapkan kepada tenggang waktu masa tanam yang singkat, sehingga
pembenaman bahan organik sering dianggap kurang praktis dan tidak efisien. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan inokulasi mikroba terpilih guna mempercepat proses perombakan bahan organik. Percepatan perombakan sisa hasil tanaman dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan ketersediaan hara tanah, sehingga masa penyiapan lahan dapat lebih singkat
dan mempercepat masa tanam berikutnya, yang berarti akan meningkatkan intensitas pertanaman. Inokulan perombak bahan organik telah tersedia secara komersial dengan berbagai nama, seperti EM-4, Starbio, M-Dec, Stardek, dan Orgadek.
Pemanfaatan Mikroba
Penyubur Tanah
Pemanfaatan mikroba
penyubur tanah sesuai dengan kondisi tanah dan target peruntukannya merupakan
alternatif untuk meningkatkan kesuburan tanah, efisiensi pemupukan,
produktivitas tanaman, dan mengurangi bahaya pencemaran lingkungan. Penggunaan
mikroba penyubur tanah dapat memberikan berbagai manfaat, yaitu (1) menyediakan
sumber hara bagi tanaman, (2) melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit,
(3) menstimulir sistem perakaran agar berkembang sempurna dan memperpanjang
usia akar, (3) memacu mitosis jaringan meristem pada titik tumbuh pucuk, kuncup
bunga, dan stolon, (4) sebagai penawar racun beberapa logam berat, (5) sebagai
metabolit pengatur tumbuh, dan (6) sebagai bioaktivator. Badan Litbang
Pertanian pada tahun 1997 telah berhasil mengembangkan Pupuk Mikroba Multiguna
(PMMg) (biological nitrogen-phosphorus fertilizer) yang
merupakan perbaikan mutu inokulan rhizobium yang telah ada di pasaran. Pupuk
mikroba ini mampu meningkatkan efisiensi pemupukan N dan P untuk tanaman
kedelai melalui peningkatan efektivitas fiksasi N simbiosis dan kemampuan
melarutkan P, sehingga dapat menggantikan kebutuhan pupuk nitrogen 100% dan
pupuk fosfat 50% dari dosis rekomendasi, dengan hasil meningkat 20-40%
(Saraswati 1999, Simanungkalit and Saraswati 1999). Selanjutnya pada tahun
2007, diformulasikan nodulin (biological nitrogen-phosphorus-potassium
fertilizer) yang merupakan pengembangan PMMg yang berfungsi memacu
pembentukan bintil akar dan pertumbuhan tanaman serta memperlebat dan
memperkuat perakaran tanaman, dan memacu aktivitas mikroba rizosfer dalam
meningkatkan ketersediaan hara N, P, dan K, sehingga meningkatkan efisiensi
pemupukan. Produk mikroba bermanfaat ganda tersebut telah diperkenalkan kepada
petani dan mulai diproduksi secara komersial.
B. MOL Mikro Organisme Lokal
Istilah MOL atau
kepanjangannya Mikro Organisme Lokal sudah banyak dikenal. MOL mudah dibuat dan
mudah diaplikasikan. Cara da metode pengembangan MOL pun bermacam-macam. Namun,
kadang-kadang suatu resep MOL yang berhasil diterapkan di suatu tempat,
seringkali kurang berhasil dilakukan di tempat lain. Meskipun demikian
pembuatan MOL merupakan salah satu cara untuk membuat petani mandiri. Seperti
yan sudah saya sebutkan, ada banyak cara pembuatan MOL. Saya akan sampaikan
secara bertahap/terpisah cara pembuatannya. Silahkan Anda coba sendiri dan
buktikan sendiri khasiatnya.
Menurut katerangan
sababaraha ahli, MOL adalah cairan yang mengandung mikroorganisme
hasil produksi sendiri dari bahan-bahan alami disekeliling kita (lokal), dimana
bahan-bahan tersebut téh merupakan tempat yang disukai sebagi
media untuk hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang berguna dalam
mempercepat penghancuran bahan-bahan organik (dekomposer) atau sebagai tambahan
nutrisi bagi tanaman. Terus terang saja Akang tidak
tahu persis mikroorganisme apa yang terdapat dalam MOL hasil buatan sendiri
itu. Yang pastimah, apabila tanaman diberi MOL secara rutin
pertumbuhannya lebih cepat, bagus dan sehat. Kalau kata Akang mah MOL téh
samacem pupuk organik cair (POC).
Dari beberapa pendapat
para praktisi pembuat MOL dapat Akangsimpulkan bahwa jenis
mikroorganisme yang terdapat dalam MOL selain bakteri untuk penyubur tanah juga
mengandung hormon yang berpungsi sebagai zat perangsang
tumbuhan untuk lebih memacu perkembangan sel-sel tanaman, seperti Giberellin,
Sitokinin dan Auksin.
Bahan-bahan yang
digunakan untuk membuat MOL téh harus mengandung Karbohidrat,
Glukosa dan Bakteri. Ketiga komponen itu menjadi sangat penting untuk
diperhatikan agar MOL yang dihasilkan berkualitas dan sesuai dengan harapan.
Karbohidrat bisa diperoleh
dari air cucian beras (leri), nasi bekas/basi, limbah singkong, kentang atau
gandum, atau apa saja yang sekiranya mengandung karbohidrat tinggi. Dalam
pelaksanaannya yang sering digunakan untuk membuat MOL adalah leri karena
setiap rumah pasti menghasilkan ini dan tidak perlu beli.
Glukosa selain dari gula
pasir, gula merah atau gula batu yang diencerkan dengan air atau dihancurkan
sampai halus, bisa juga diperoleh dari nira atau air kelapa.
Bakteri bisa dari keong
mas/sawah, bekicot, buah-buahan yang sudah matang atau busuk, air kencing
(urine) dan kotoran hewan atau manusia, isi usus hewan, atau apapun yang diduga
banyak mengandung bakteri yang berguna untuk tanaman dan kesuburan tanah
seperti rhizobium sp, azospirillum sp, azotobacter
sp, pseudomonas sp, bacillus sp dan bakteri
pelarut phospat.
Prinsipnya mah bahan-bahan
di atas téh gampang diperoleh, ada disekitar kita, murah dan jika
perlu didapat secara gratis, bersih dan layak untuk digunakan. Dan yang
terpenting MOL yang dihasilkan téh adalah MOL yang benar-benar
berkualitas.
Kalau Ayi ingin
membuatnya, caranya, campurkan air yang mengandung karbohidrat dengan air yang mengandung
glukosa dengan perbandingan 1:1. Kemudian tambahkan sumber bakteri dan aduk
hingga rata. Tutup wadah dengan plastik yang dilubangi atau apa saja yang
penting bisa dibuat tutup dengan catatan udara bisa masuk tetapi serangga
tidak. Jika sudah mengeluarkan bau hasilpermentasi (mirip bau
tape), berarti MOL sudah jadi dan siap digunakan.
Untuk mempercepat proses
pengomposan siramkan campuran 1 liter MOL, 5 liter air dan 1 ons gula ke dalam
bahan kompos. Untuk menyemprot tanaman, per tangki (kapasitas 14 liter),
gunakan 400 cc MOL. Sedangkan jika digunakan untuk menyiram media tanam atau
tanah, dosisnya 250 cc MOL per 10 liter air.
C. Sejarah Perkembangan Fermentasi
Ahli Kimia Perancis, Louis Pasteur adalah seorang zymologist pertama
ketika di tahun 1857 mengkaitkan ragi dengan fermentasi. Ia mendefinisikan
fermentasi sebagai "respirasi (pernafasan) tanpa udara". Pasteur
melakukan penelitian secara hati-hati dan menyimpulkan, "Saya
berpendapat bahwa fermentasi alkohol tidak terjadi tanpa adanya organisasi,
pertumbuhan dan multiplikasi sel-sel secara simultan..... Jika ditanya,
bagaimana proses kimia hingga mengakibatkan dekomposisi dari gula tersebut...
Saya benar-benar tidak tahu".
Ahli kimia Jerman, Eduard Buchner, pemenang Nobel Kimia tahun 1907, berhasil menjelaskan bahwa fermentasi
sebenarnya diakibatkan oleh sekeresi dari ragi yang ia sebut sebagai zymase.
Penelitian yang dilakukan ilmuan Carlsberg (sebuah perusahaan bir) di Denmark semakin
meningkatkan pengetahuan tentang ragi dan brewing (cara
pembuatan bir). Ilmuan Carlsberg tersebut dianggap sebagai pendorong dari
berkembangnya biologi
molekular.
Dapat disimpulkan bahwa Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan
pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat
dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Contoh bakteri yang
digunakan dalam fermentasi adalahAcetobacter xylinum pada pembuatan
nata decoco, Acetobacter aceti pada pembuatan asam asetat.
Contoh khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam
pembuatan alkohol sedang contoh kapang adalah Rhizopus sp pada
pembuatan tempe, Monascus purpureus pada pembuatan angkak dan
sebagainya.
Fermentasi dapat
dilakukan menggunakan kultur murni ataupun alami serta dengan kultur tunggal
ataupun kultur campuran. Fermentasi menggunakan kultur alami umumnya dilakukan
pada proses fermentasi tradisional yang memanfaatkan mikroorganisme yang ada di
lingkungan.
Industri fermentasi
dalam pelaksanaan proses dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. mikrobia
2. bahan dasar
3. sifat-sifat proses
4. pilot-plant
5. faktor sosial ekonomi
D. Membuat Dekomposer Pupuk Organik Dari Bahan
Lokal
Saat ini dekomposer
produksi pabrikan yang biasa beredar di pasaran dan paling mudah ditemui antara
lain EM-4, superdegra, stardec, probion, dll. Sebagai bahan produksi pabrikan
yang telah memiliki nilai komersial tinggi, tentu saja dekomposer ini memiliki
harga yang cukup mahal, dan antara satu produk dengan produk lain memiliki
harga yang berbeda.
Menurut Setiasih, S.Pt,
MP staf peneliti BPTP Jawa Timur, jika membeli dekomposer dirasa mahal petani
dapat membuatnya sendiri. Caranya dengan memanfaatkan bahan yang ada di
lingkungan sekitar kita, termasuk menggunakan limbah rumah tangga misalnya
sayur-sayuran atau buah-buahan yang tidak terpakai. Selain itu juga bisa
menggunakan bagian tanaman yang ada di lingkungan sekitar kita misalnya bonggol
pisang dan rebung bambu. Hasil tersebut sering disebut dengan MOL atau
mikroorganisme local. Menurut Setiasih, salah satu contoh pembuatan MOL adalah
dari bonggol pisang. Bahan-bahan yang disiapkan antara lain bonggol pisang 5
kg, gula merah 1 kg dan air cucian beras 10 liter. Sedang alat yang digunakan
antara lain; drum plastik 200 liter, selang dan botol air. Cara pembuatannya
sangat mudah, bonggol pisang dihaluskan dan dimasukkan ke dalam drum. Kemudian
dimasukkan air cucian beras dan gula merah yang sudah dilarutkan. Drum ditutup
rapat namun diberi lubang pernafasan satu arah, yaitu dengan cara melubangi
tutup drum dan diberi selang dimana ujung selang dimasukkan ke dalam botol yang
berisi air, sehingga gas yang ada di dalam drum dapat keluar namun udara dari
luar tidak dapat masuk ke dalam drum. Selanjutnya diperam selama dua minggu.
“Cara penggunaanya,
campuran 1 liter cairan dengan 5 liter air dan ditambah gula merah 1 ons,
dicampur sampai rata, disiramkan pada bahan organik yang akan dikomposkan,
kemudian peram selama 1 bulan”, ungkapnya.
“Dengan memanfaatkan
bahan yang ada di sekitar kita, berarti kita dapat menghemat biaya sekaligus
meningkatkan nilai tambah dari barang yang sudah tidak terpakai”. imbuh wanita
asli Jombang ini.
Larutan MOL (Mikro
Organisme Lokal) adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari
berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur hara
mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak
bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agens pengendali hama dan
penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai pendekomposer,
pupuk hayati, dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungisida.
Keunggulan penggunaan
MOL yang paling utama adalah murah bahkan tanpa biaya. Dengan memanfaatkan
bahan-bahan yang ada di sekitar, petani dapat kreatif membuat MOL dari
bahan-bahan seperti buah-buahan busuk (pisang, pepaya, mangga, dan lain-lain),
rebung bambu, pucuk tanaman merambat, tulang ikan, keong, urine sapi, bahkan
sampai urine manusia, darah hewan, bangkai hewan, air cucian beras, dan sisa
makanan. Menurut Amalia (2008), cara membuat MOL itu mudah, semua yang ada di
sekitar kita dapat dipakai, semua bahan dicampur dengan larutan yang mengandung
glukosa seperti air nira, air gula, atau air kelapa. Lalu ditutup dengan
kertas, dibiarkan sampai 7 hari. Setelah itu dipakai untuk menyemprot ke sawah.
Menurut Hadinata (2008), secara terperinci bahan utama dalam MOL terdiri dari 3
jenis komponen antara lain:
1. Karbohidrat:
air cucian beras (Tajin), nasi bekas (basi), singkong, kentang, gandum. Yang
paling sering digunakan adalah dengan air tajin.
2. Glukosa:
dari gula merah diencerkan dengan air, cairan gula pasir, gula batu dicairkan,
air gula, dan air kelapa.
3. Sumber
Bakteri: keong mas, kulit buah-buahan misalnya tomat, pepaya, dan sebagainya,
air kencing, atau apapun yang mengandung sumber bakteri.
E. Cara Pembuatan MOL Bonggol Pisang
Alat yang digunakan
dalam proses pembuatan MOL bongkol pisang ialah, ember, selang ukuran kecil 1
meter, botol bekas air kemasan (600ml), arit/sabit.
Bahan yang digunakan
ialah, 5 kg bongkol pisang, 1 kg gula merah dan 10 liter air beras/leri.
Cara membuat MOL bongkol
pisang:
a) Bonggol pisang dipotong-potong lalu
ditumbuk-tumbuk
b) Masukan gula merah yang udah diiris-iris
kedalam air beras/leri
c) Campur bahan dan larutan air beras, aduk
sampai rata
d) Tutup rapat ember dengan penutupnya dan
berikan selang plastik yang disambungkan dengan botol kemasan 600 ml yang
diisikan air biasa sebanyak 500 ml.
e) Fermentasi selama 14-21 hari
f) Kemudian disaring dan MOL bongkol pisang
siap digunakan.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menurut katerangan
sababaraha ahli, MOL adalah cairan yang mengandung mikroorganisme
hasil produksi sendiri dari bahan-bahan alami disekeliling kita (lokal), dimana
bahan-bahan tersebut téh merupakan tempat yang disukai sebagi
media untuk hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang berguna dalam
mempercepat penghancuran bahan-bahan organik (dekomposer) atau sebagai tambahan
nutrisi bagi tanaman.
2. Larutan MOL (Mikro
Organisme Lokal) adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari
berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur hara
mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak
bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit
tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai pendekomposer, pupuk hayati,
dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungisida.
B. Saran
Makalah yang penulis
buat masih amat jauh dari sebuah kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai
penyusun berharap kepada Bapak Dosen dan rekan-rekan mahasiswa agar memberikan
saran yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment